Menjalin Asa, Menggapai Cita: Ma’had Aly Al Fithrah Dorong Jiwa Intelektual Sufistik di Era Digital

LiterasiHikam.id, Surabaya — Dalam upaya menumbuhkan semangat intelektual di tengah derasnya arus digitalisasi, Ma’had Aly Al Fithrah Surabaya menggelar seminar Hybrid bertema “Menjalin Asa, Menggapai Cita: Spirit Mahasantri, Energi Negeri—Menumbuh Aksi dengan Jiwa Intelektual Sufistik di Era Digital”, Rabu (29/10/2025). Kegiatan berlangsung di ruang perpustakaan Ma’had Aly Al Fithrah dan dihadiri dosen dan mahasantri.

Acara dibuka dengan sambutan perwakilan muhadir, Ustadz Sulaiman M.Sy., yang mengapresiasi terselenggaranya seminar tersebut. Ia menilai kegiatan ini penting untuk meneguhkan jati diri mahasantri sebagai intelektual yang berakar pada nilai-nilai sufistik namun tetap adaptif terhadap perubahan zaman.

“Seminar ini menjadi ruang bagi mahasantri untuk meneguhkan arah berpikir, sekaligus memperluas cakrawala dalam menjawab tantangan era digital,” ujar Ustadz Sulaiman.

Materi utama disampaikan oleh Zidan Syahrul Akbar alumni Ma’had Aly Al Fithrah, akademisi pesantren. Dalam paparannya, Zidan menekankan bahwa santri masa kini harus mampu beradaptasi dengan perubahan dunia yang semakin terhubung secara global (hyperconnectivity).

“Santri tidak melulu menjadi ustadz atau kiai. Mereka juga bisa berkiprah sebagai pengusaha, politisi, akademisi, atau profesional di berbagai bidang,” ungkapnya.

Zidan menilai pesantren memiliki keunggulan khas yang tidak dimiliki lembaga pendidikan lain. Mengutip pandangan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ia menyebut pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan, melainkan juga sebuah kultur yang membentuk kepribadian dan cara berpikir santri.

“Mahasantri harus mampu membaca tiga dimensi keilmuan: syariat, tarekat, dan hakikat,” lanjutnya. “Dalam Muntakhobat juz lima dijelaskan, syariat adalah ilmunya, tarekat adalah sarana mengamalkannya, dan hakikat adalah buah dari keduanya.”

Zidan juga menekankan pentingnya semangat sidqu at-tawajjuh—kesungguhan dalam menggapai rida Allah—sebagai fondasi spiritual di tengah tantangan dunia digital.

Menurutnya, perintah pertama dalam wahyu, “Iqra” (bacalah), menjadi landasan kuat agar mahasantri terus mengasah intelektualitas melalui literasi, penelitian, dan pengembangan ilmu.

“Era digital membawa dua sisi: peluang dan godaan. Mahasantri dituntut menguasai hard skill sekaligus menjaga etika digital agar tidak terjebak dalam arus virtual yang menyesatkan,” ujarnya. “Waktu itu ibarat pisau: jika tidak kamu potong, maka kamu yang akan terpotong.”

Melalui kegiatan ini, Ma’had Aly Al Fithrah berupaya menanamkan nilai keseimbangan antara kecerdasan spiritual dan kemampuan teknologi. Para peserta diharapkan mampu mengembangkan diri sebagai generasi intelektual sufistik yang berdaya saing, berakhlak, dan membawa kemanfaatan bagi umat serta bangsa. Seminar ditutup dengan refleksi dan diskusi interaktif antara narasumber dan peserta, yang mempertegas pentingnya integrasi antara spiritualitas pesantren dan literasi digital dalam kehidupan akademik mahasantri. (Red. Dewa & Mabrr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *